THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Sabtu, 22 Desember 2007

Hari Ibu: Let's Say Thank You


22 Desember. Kata sejarah (?) sih hari ini perayaan Hari Ibu. Di tipi-tipi membahas Hari Ibu. Artis-artis juga ngasih surprise untuk IBU-IBU mereka. Plus cucuran air mata.

Okay, sekarang kita lihat. Apa yang telah kita lakukan untuk membahagiakan orang tua, especially IBU...

Yang terjadi adalah kita seringkali 'ngadoreksakeun' a.k.a nyusahin orang tua, especially IBU.

Padahal, seperti yang kita ketahui bersama (heu!), IBU adalah segalanya. Standarnya, IBU adalah manusia yang melahirkan, merawat, dan membesarkan kita, sampe jadi gendut begini. Untuk kalian yang kurus, yah itu mungkin bawaan orok. Nggak berarti IBU males merawat.

Sebenernya, semua yang sudah dilakukan oleh seorang IBU, lebih dari sekedar melahirkan, merawat, dan membesarkan.

IBU yang jadi temen curhat anaknya. IBU yang nyediain makanan di rumah. IBU yang nganterin kita pergi sekolah dulu waktu masih teka. IBU yang mengorbankan hidupnya untuk anaknya. Menjadi pendamping saat kita sedih atau bahagia.

Tapi terkadang, sebagai anak, kita suka 'lupa' keberadaan IBU. IBU ulang taun cuma kirim sms. Ngasih kado pun yah seingetnya aja. Bandingkan pada saat pacar yang ulang taun...? Uch, uang ratusan ribu mengalir begitu aja demi kebahagiaan sang pujaan hati.

Terbalik ya? Apakah IBU marah? Nggak tuh...

Seorang IBU nggak pernah menuntut banyak dari anaknya. Melihat anaknya sehat, berpendidikan baik, bisa menjaga hubungan dengan Yang Maha Kuasa, punya pacar yang shaleh, dan nggak melakukan hal-hal yang dilarang agama dan norma sosial, hati IBU pasti bahagia.

Apalagi kalo bisa memberikan lebih dari itu. Uang hasil kerja, misalnya...

Jadi, masih ada ataupun sudah tiada, IBU harus selalu menjadi nomor SATU. Let's say thank you of what she has done and she will do in our life...
*mah, punten ceca kamari nyobian *e*****n. metal nya mah...*

Tapi... Image seorang IBU yang layaknya malaikat, dirusak oleh kelakuan IBU-IBU yang nggak bertanggung jawab di luar sana, yang dengan tega membunuh anaknya, dan melakukan hal-hal negatif lainnya yang menyiksa anaknya.

Masih inget kasus IBU Suri? Nah kayak gitu deh kelakuan IBU-IBU yang tega nyakitin anaknya. Walaupun bukan anak kandung, tapi ya nggak gitu juga dong...

Huhu... Hari IBU sih Hari IBU, tapi kalo mental IBU-IBU masih begitu-begitu aja, ya mending jangan dulu jadi IBU...***

Jadi Bagaimana? Jurnalistik Apa Fungsinya?

Menanggapi beberapa respon dari temen-temen:

Ribet ya... Udah belajar di kelas Jurnalistik, dikejar deadline, tugas yang gila-gilaan, eh tetep aja waktu baca lowongan pekerjaan media massa yang dicari adalah orang-orang lulusan S1 tapi dari semua jurusan. Jadi fungsinya ada Jurusan Jurnalistik apa dooooooong...?

Sekilas nggak terlalu ngaruh. Karena kenyataannya temen-temen yang lulusan Fakultas Kedokteran pun bisa (dan boleh) jadi jurnalis.

Dari hasil seminar kemarin, sekarang Dewan Pers lagi menetapkan standardisasi kewartawanan. Jadi nanti yang bisa jadi wartawan hanya orang-orang yang sesuai dengan standar yang udah ditetapkan. Tapi pertanyaannya, kalo orang-orang tersebut bukan lulusan Jurusan Jurnalistik gimana?

Jawabannya: Nggak apa-apa. Asalkan memenuhi syarat.
*hiks... yuks pindah...*

Iya memenuhi syarat karena nanti tetep harus melewati serangkaian tes dan pelatihan untuk mencapai standar yang akan ada.

Nggak seperti sekarang, yang bisa dengan mudah memiliki gelar sebagai JURNALIS. Deuh... Gaya!

Wartawan Kloning. Ini mah masalah mental dan moral. Ternyata banyak berserakan wartawan macam ini. Solusinya ya masih belum ada. Usaha terakhir ya itu tadi: Penetapan Standardisasi Kewartawanan.

Belum lagi fenomena munculnya "Bloggers" dan "Citizen Journalism". Persaingan semakin menggila... Karena mereka dianggap mempublikasikan informasi dengan lebih jujur tanpa ada yang ditutupi (??)

Well, setidaknya untuk orang-orang yang belajar di Jurusan Jurnalistik pasti punya keistimewaan tersendiri dibanding jurnalis-jurnalis instan yang ada di luar sana. Semoga.

*kumaha yeuh barudak jurnal...?*